Jumat, 18 November 2011

Batik

Batik Yogyakarta


Kerajinan Batik
Batik merupakan kerajinan khas Yogyakarta dan merupakan cenderamata yang banyak dicari wisatawan. Pada abad ke-15 seni batik telah mulai maju dan berkembang. Ketika itu seni batik mendapat pengaruh dari Agama Budha, Hindu, dan Islam terhadap corak batik yang ada. Pada Jaman ini batik hanya dibuat di dalam lingkungan Kraton dan digemari oleh puteri Kraton.
Batik memiliki beragam motif. Tak hanya dari dalam negeri, batik ada yang berasal dari mancanegara, seperti Rusia.

Di Indonesia sendiri, motif batik juga bervariasi, diantaranya adalah batik Jogja dan batik Solo. Walau keduanya menggunakan ukel dan semen-semen, namun sebenarnya kedua batik ini berbeda. Perbedaannya terletak pada warnanya. Batik Jogja berwarna putih dengan corak hitam, sedangkan batik Solo berwarna kuning dengan corak tanpa putih.

Penggunaan kain batik ini pun berbeda-beda. Di Kraton Jogja, terdapat aturan yang pakem mengenai penggunaan kain batik ini. Untuk acara perkawinan, kain batik yang digunakan haruslah bermotif Sidomukti, Sidoluhur, Sidoasih, Taruntum, ataupun Grompol. Sedangkan untuk acara mitoni, kain batik yang boleh dikenakan adalah kain batik bermotif Picis Ceplok Garudo, Parang Mangkoro, atau Gringsing Mangkoro. Beberapa contoh motif batik klasikYogyakarta antara lain: Parang, Geometri, Banji, Tumbuhan Menjalar, Motif tumbuhan Air, Bunga, Satwa dalam kehidupan dan lain-lain. Penggunaan Batik dewasa ini bukan hanya sebagai kain tetapi juga sebagai Pakaian jadi, Bed Cover, Sarung Bantal dan lain-lain.

Saat ini batik telah menjadi tren baru di tengah masyarakat. Tak hanya sandang yang menggunakan kain batik sebagai bahannya. Sarung bantal, gordyn, dan seprei pun telah ada yang menggunakan kain batik. Ini adalah awal mula yang baik bagi pelestarian seni batik. Awalnya harus mencintai dahulu, kemudian muncul rasa andarbeni (memiliki) dan akhirnya nguri-uri (melestarikan).

Kesadaran ini sudah mulai dan terus digalakkan. Batik Tamanan Kraton pun dibentuk untuk khusus membatik motif Kraton Jogja.
Batik di Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini berkembang dengan pesat. Tidak kurang dari 400 motif batik khas Yogyakarta yang terdiri dari motif batik klasik maupun motif batik modern berada di Yogyakarta sehingga Yogya dikenal dengan sebutan Kota Batik.
Industri Batik terdapat di seluruh Wilayah DIY. Di kota Yogyakarta, industri batik banyak berada di Tirtodipuran, Panembahan, dan Prawirotaman.



Batik Surabaya


Sebanyak 50 batik khas berbagai daerah di Jawa Timur yang berusia 30-80 tahun, dipamerkan di Galeri Seni "House of Sampoerna" (HoS) Surabaya pada 16 September hingga 9 Oktober 2011.

"Pameran menyambut Hari Batik pada 2 Oktober, itu kami bagi dalam tiga tema yakni gringsing, pernikahan, dan kontekstual kedaerahan," kata Ketua "KIBAS" (Komunitas Batik Jatim di Surabaya) Lintu Tulistyantoro di Surabaya, Rabu.

Didampingi Manajer Museum HoS Surabaya Rani Anggraini dan penemu canting bambu elektrik Prima, ia menjelaskan tema gringsing berasal dari kata "gering" (Bahasa Jawa) yang berarti kurus.

"Harapannya, pemakai batik gringsing tidak akan gering lagi atau dalam istilah Jawa disebut `sedulur papat lima panjer` (empat arah dengan lima sebagai pusat). Simbolnya lingkaran atau bulatan dengan titik di tengahnya," paparnya.

Menurut dia, batik gringsing memiliki filosofi yakni keseimbangan. "Kalau pria bertemu wanita, kalau negatif bertemu positif, maka akan terjadi keseimbangan. Keseimbangan itu kemakmuran, kesuburan," ucapnya, menjelaskan.

Untuk tema pernikahan, katanya, mulai dari batik untuk lamaran hingga pasca-pernikahan. "Antara lain batik mahkota dari Sidoarjo yang menandai bahwa pemakainya yang mau menikah merupakan orang yang terpandang," ujarnya.

Di Madura, batik pernikahan itu lebih beragam lagi filosofinya, seperti "per-keper" yang bergambar jagad dan sepasang kupu-kupu melambangkan pemakainya siap menjadi sepasang sejoli yang siap sehidup-semati.

"Ada juga batik `sabet rante` yang bergambar tomat kecil yang melingkar di leher (kalung) melambangkan pemakainya siap atau setuju dinikahi, sedangkan batik semen yang bergambar `meru`, `lar` (sayap), gunung, awan, dan api melambangkan pemakainya siap menjaga harmonisasi," tuturnya.

Di Sidoarjo, batik pernikahan yang ada dikenal dengan "pring sedayu" yang bergambar bambu dan burung melambangkan pemakainya siap bertahan dalam suka dan duka atau siap hidup di atas (kaya) dan di bawah (miskin).

"Untuk tema kontekstual kedaerahan ada batik rawan dari Tulungagung dan Sidoarjo yang melambangkan batik dari daerah rawa atau Tulungagung dan Sidoarjo di masa lalu merupakan daerah rawa," katanya.

Ada pula batik ombak dari Tulungagung, Bangkalan, dan Pamekasan yang melambangkan batik dari daerah pesisir, lalu ada batik "jung-derajat" dari Madura untuk bangsawan, atau batik "setorjon" dari Sidoarjo yang merupakan pengaruh Madura.

Sementara itu, Manajer Museum HoS Surabaya Rani Anggraini, menuturkan pihaknya berkomitmen untuk memamerkan kain-kain tradisional sejak tahun 2008, bahkan batik sudah dua kali dipamerkan untuk dikenalkan kepada masyarakat.

"Tahun lalu, kami memamerkan batik kuno yang berusia ratusan tahun, tapi tahun ini dipamerkan batik khas Jatim untuk menunjukkan bahwa di tiap daerah di Jatim juga memiliki batik khas. Bukan hanya batik Pekalongan, Solo, atau Yogyakarta seperti yang dikenal selama ini," katanya.

Ia menambahkan pameran akan dimeriahkan dengan diskusi bertajuk "Batik Jawa Timur Berfilosofi" di HoS pada 1 Oktober atau sehari menjelang Hari Batik, serta "workshop" membatik dengan canting bambu elektrik pada 8 Oktober.
 



Batik Lumajang


Lumajang - Batik khas Kabupaten Lumajang, merupakan salah-satu produk unggulan asli Kota Pisang. Untuk menarik minat pasar, batik khas Kota Pisang ini akan dipromosikan dalam pameran Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) tingkat provinsi di Tulungagung, mulai 15 November sampai 19 November.

"Diperkenalkan produk batik khas Kabupaten Lumajang dalam pameran KIM agar produk batik tulis asli Kota Pisang bisa dikenal masyarakat luas," kata Kasi Informasi Bagian Humas Pemkab Lumajang Yuli Harismawati, Rabu (16/11/2011).

sentra pengerajin batik Lumajang yang sedang gencar dipromosikan, berada di Desa Kebonagung, Kecamatan Sukodono dengan Batik Sekar Agung dan Batik Girli. Kemudian, di Kecamatan Padang dengan Batik Kilbi, dan motif Batik lainnya dari Kecamatan Yosowilangun dan Kunir.

"Saat ini juga ada motif batik khas lain yang dikembangkan dengan produk batik dari Kecamatan Yosowilangun. Ini potensi khasanah budaya Batik yang patut dikembangkan dan disebarluarkan potensinya melalui perkenalan ke daerah lain," ujar Yuli Harismawati.

Untuk ciri khas batik tulis khas Lumajang, tambah Yuli Harismawati, belum ada ciri khas yang bisa dicontek oleh daerah lain. Karena, motif-motif yang ada merupakan khas Lumajang-an.

"Namun para pengerajin sudah berkarya dan melakukan inovasi-inovasi terhadap motif-motif batik yang akan menjadi ciri khasnya. Untuk batik yang berasal dari Desa Kebon Agung, Kecamatan Sukodono, para pembatik lebih menonjolkan motif-motif pisang, namun mereka belum mematenkan produk tersebut. Demikian pula batik dari Kecamatan lain, seperti Yosowilangun dan Kunir," jelas Yuli.

Keragaman khas motif batik inilah, yang diharapkan bisa diperkenalkan kepada masyarakat luar Kabupaten Lumajang melalui pameran KIM.

"Selain batik, ada beberapa produk unggulan lain seperti pisang agung, pisang mas kirana, kerajinan perak dan masih banyak produk-produk olahan lain, yang diikutkan dalam pekan KIM yang diselenggarakan secara rutin setahun sekali oleh pemerintah propinsi Jatim," tambah Yuli
.



Batik Sidoarjo

Joko Lelono, pemilik Sanggar Benning.  (EKO OSCAR/ THE EPOCH TIMES)
Joko Lelono, pemilik Sanggar Benning. (EKO OSCAR/ THE EPOCH TIMES)

Batik kini memang sedang digemari. Mulai dari anak sekolah, pekerja kantoran, hingga pejabat pemerintahan, kini beramai-ramai memakai batik. Bahkan untuk acara resmi, batik telah menjadi semacam pakaian wajib. Pameran batik pun kini selalu ramai oleh pengunjung.
Akan tetapi, hal ini justru berbanding terbalik dengan kondisi para pembatik itu sendiri. Sekarang ini yang mau berprofesi sebagai pembatik dapat dibilang sangat jarang, bahkan langka. Kebanyakan para pembatik sekarang ini didominasi oleh kaum perempuan tua yang berusia 60 tahun ke atas. Jika keadaan seperti ini berlangsung terus, dapat dipastikan pada generasi berikut batik akan hilang, karena tidak terdapat lagi pembatik.
Dengan tujuan untuk melestarikan kesenian batik, terutama batik khas Sidoarjo, maka dibentuklah sebuah sanggar yang bernama Sanggar Benning. Pendirinya adalah Joko Lelono, seorang pelukis yang pernah mendapat rekor MURI pada tahun 2005, dengan menciptakan rekor lukisan terpanjang, sepanjang 3.500 m bersama 6.500 anak SD di Kabupaten Sidoarjo.
“Di sini bukan hanya tempat menjual batik, kami juga melayani pengunjung yang ingin berkonsultasi segala sesuatu tentang batik, dan yang terutama  kami juga membuka sanggar bagi yang mau belajar membuat batik,” tutur pria kelahiran Sidoarjo 22 Agustus 1959 ini.
Sanggar yang beralamat di Perumahan Magersari Blok BP no 12, Sidoarjo ini didirikan sejak 2007. Awalnya bertujuan untuk mendidik para SDM yang drop out dari sekolah, agar mereka dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik. Kini Joko mulai memperluas skala pengajarannya kepada anak-anak sekolah sejak kelas 4 SD hingga mahasiswa. Untuk kalangan akademisi, akan diberikan workshop selama 3 minggu tanpa biaya, akan tetapi harus mempersiapkan sendiri alat dan bahannya. Sedangkan untuk yang berminat mendalami batik sebagai profesi, akan diberikan workshop selama 3 bulan, dengan biaya Rp 200.000,- per bulannya.
“Sanggar Benning ini sebenarnya adalah milik istri saya, Leonora Nur Hasanah. Saya hanya membantu di bidang desain motifnya saja,” ujar bapak empat orang anak yang seluruhnya juga menjadi pembatik ini.
Dalam membuat motif, Joko mengaku lebih tertarik dengan motif khas Sidoarjo. “Motif Sidoarjo itu unik. Biasanya bertema daun, bunga, dan binatang. Tetapi yang menjadi ciri khas adalah motif titik, yang disebut cecek’an.”

(EKO OSCAR/ THE EPOCH TIMES)
Mengenai motif Sidoarjo yang disebut menyerupai batik dari Madura, Joko tidak setuju. “Batik Sidoarjo itu sebenarnya awalnya punya motif yang lain dengan batik Madura. Akan tetapi karena pada 1985 motif Sidoarjo mulai tenggelam, akibatnya dimulai sekitar 1995, para pembatik mulai  melayani pesanan batik dari Madura sampai sekarang ini, sehingga motif Sidoarjo dianggap menyerupai motif Madura.”
Karena keunikan motif Sidoarjo itulah, Joko mengaku sampai punya penggemar dari luar negeri seperti Belanda, Italia dan Jerman. Sedangkan untuk dalam negeri dia banyak mendapat pesanan dari Jakarta dan Surabaya. Di wilayah Sidoarjo sendiri menurutnya justru banyak yang tidak mengetahui motif asli Sidoarjo. “Oleh karena itu tujuan utama saya dan sanggar ini adalah melestarikan batik motif khas sidoarjo.

1 komentar:

  1. Sekedar info hari ini genap 1 tahun almarhum bapak djoko, dan hari ini pula alamat sanggar batik benning pindah alamat, yang berkepentingan mencari alamat yang bersangkutan bisa hubungi saya 085851978777 atau WA 081235906052 pin BB 516A19F8 terima kasih

    BalasHapus

Silahkan yang mau memberi masukan untuk saya. Terima kasih.